Menurut kamus bahasa Indonesia ,
teologi adalah [n] pengetahuan ketuhanan (mengenai
sifat Allah, dasar kepercayaan kpd Allah dan agama, terutama berdasarkan pd
kitab suci). Dianutnya suatu teologi, tentunya menggunakan suatu proses
berfikir dan menyebabkan adanya perkembangan pemikiran manusia. Sejarah Islam
mencatat munculnya beberapa pemikiran dengan latar belakang yang berbeda-beda,
sebagian disebabkan oleh politik,budaya dan keilmuan. Perbedaan paham teologi
ini terkadang menimbulkan perdebatan dikalangan masyarakat, termasuk mahasiswa.
Teologi Islam [kata benda] adalah
pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kpd Allah dan
agama, terutama berdasarkan pada kitab suci). Dalam sejarah Islam, tercatat
beberapa aliran seperti Khawarij, Syi’ah, Murji’ah Jabbariyah, Qodariyah ,
Mu’tazilah , Asy’ariyah dan Matutidiyah.
Munculnya aliran-aliran
ini disebabkan oleh latar belakang yang berbeda beda. Ada yang dilatar
belakangi oleh permasalahan politik (khawarij dan Syiah), budaya (jabbariyah)
dan sebagai perlawanan dari aliran yang populer sebelumnya misalnya Asya’riyah
adalah perlawanan dari maturidiyah.
1.
Khawarij
Aliran ini telah
ditemukan tanda-tanda keberadaannya sejak zaman Rasululloh. Beberapa hadis
bahkan menceritakan tentang kisah cikal bakal kemunculan aliran ini. Meskipun
tanda-tandanya telah ada, khawarij baru benar-benar nenyatakan diri setelah
peristiwa tahkim/arbritase antara Kalifah Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah
bin Abi Sufyan. Kelompok ini sebelumnya termasuk barisan pendukunga Ali, hanya
saja mereka tidak setuju dengan keputusan Ali untuk melakukan tahkim dalam
menyelesaikan pertikaian dengan Muawiyah. Menurut mereka, segala sesuatu harus
diselesaikan dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran atau dalam kata lain sesuai
dengan hukum Alloh. Oleh karena itu, mereka akhirnya memutuskan untuk
memisahkan diri/ keluar dari barisan Ali, sehingga dinamai Khawarij
(yang keluar).
Kaum khawarij kebanyakan
berasal dari suku Badui yang terbelakang sehingga mereka mengartikan ayat-ayat
Al-Quran secara harfiyah. Padahal dalam al-Quran nyatanya banyak ayat-ayat yang
masih mutasyabbih. Khawarij dikenal sebagai kaum yang ekstreem, mereka tak segan
untuk membunuh orang-orang yang mereka anggap sebagai kafir, yaitu orang-orang
yang berbuat dosa besar. Mereka juga beranggapan bahwa orang kafir akan kekal
dalam neraka. Khawarij juga beranggapan adanya Dar-el Harb (kawasan
musuh/kafir) dan Da-el Islam (tempat tinggal orang islam, dalam hal ini mereka
yang masuk kedalam khawarij), juga menolak peratutran yang menyatakan khalifah
harus dari bangsa Arab dan keturunan Nabi. Pada akhirnya golongan ini
terpecah-pecah kedalam beberapa sekte.
Meskipun radikal, mau
tidak mau kita sebagai umat Islam harus mengakui bahwa kaum ini (khawarij )
adalah cikal-bakal demokrasi dalam Islam.
2.
Syi’ah
Senada dengan khawarij,
aliran ini lahir akibat masalah politik. Jika khawarij adalah golongan
orang-orang yang keluar dari barisan Ali, maka Syi’ah adalah mereka yang tetap
setia kepada Ali bin Abi Tholib. Syi’ah adalah kelompok fanatik pendukung Ali,
bahkan Syi’ah ekstreem beranggapan bahwa malaikat Jibril salah dalam menurunkan
wahyu, seharusnya bukan kepada Nabi Muhammad S.A.W, tetapi kepada Ali bin Abi
Tholib. Yang paling menonjol dari aliran ini adalah mereka melegalkan adanya
Nikah Mut’ah atau yang lebih dikenal dengan kawin kontrak.
Syi’ah banyak berkemang
di Iran dan iraq, bahkan sampai saat ini.
3.
Murji’ah
Salah satu paham aliran
ini bisa disebut sebagai feed back dari pendapat kawarij yang menyatakan orang
yang berdosa besar kekal dalam neraka. Murji’ah beranggapan bahwa orang yang
berdosa besar tidak kekal dalam neraka. Mereka berpendapat bahwa balasan dari
segala perbuatan maksiat akan ditangguhkan oleh Alloh sampai nanti di
akhirat.Yang terpenting dari sebuah keimanan adalah mengetahui tuhan (Alloh).
Orang yang berdosa besar tetap lah muslim, asalkan mereka meyakini Alloh.
Yang menjadi masalah
adalah murjiah ekstreem menganggap boleh melakukan maksiat , karen ayang
terpenting adalah iman, bukan perbuatan.
4.
Jabbariyah
Jabbariyah berasal dari
kata Jabbara artinya memaksa. Aliran ini berasal dari bangsa arab yang tinggal
di padang pasir yang gersang. Mereka beranggapan bahwa segala sesuatunya telah
ditntukan oleh Alloh, manusia tidak bisa berbuat apa-apa, bagaikan sehelai
kapas yang tertiup angin dan akan bergerak kemana arah angin membawanya,
pasrah. Manusia dipaksa untuk menerima ketentuan tuhan. Paham ini dikenal juga
dengan predestination atau fatalism.
5.
Qodariyah
Qodariyah adalah lawan
dari aliran Jabbariyah. Aliran ini beranggapan bahwa Alloh telah menciptakan
daya bagi manusia, sehingga manusia menentukan sendiri takdirnya. Aliran ini
dibawa oleh Ghalian Al-Dimasyqi dan Ma’bad Aljauhani dari seorang kristen yang
baru masuk Islam di Iraq.
6.
Mu’tazilah
Mu’tazilah termasuk
kedalam teologi Islam yang sumber-sumber pengambilan pendapatnya menggunakan
ijtihad. Bahkan cenderung menuhankan akal. Segala sesuatu haruslah rasional.
Aliran ini pernah mengalami kemajuan pada masa khalifah Ma’mun (Abassiyah) yang
menjadikan aliran ini sebagai kepercayaan dinastinya pada waktu itu. Aliran ini
memiliki 5 (lima) ajaran pokok yakni ;
a.
Al-Tauhid (Tauhid)
Yakni usaha unuk menghindarkan
persepsi sama antara tuhan dan mahkluknya. Untuk maksud ini mereka meniadakan
sifat-sifat tuhan, yang ada adalah Dzat tuhan itu sendiri. Karena dengan
memiliki sifat, tuhan dianggap sama dengan mahkluknya.
b.
Al-’Adl (Keadilan)
Mu’tazilah beranggapan
bahwa Tuhan pasti berbuat baik, tuhan tidak mungkin berbuat buruk, bahkan
cenderung tidak mampu berbuat buruk.
c.
Al-Wa’d wa al-Wa’id
(Janji dan Ancaman)
Pada point ini
mu’tazilah beranggapan bahwa Tuhan wajib memberikan pahala kepada orang yang berbuat
baik dan menghukum orang yang berbuat kejahatan atau dosa.
d.
Al-Manzilah baina
al-Manzilatain (Tempat di Antara Dua Tempat)
Pemikiran ini merupakan
dampak dari adanya vonis yang bertentangan bagi orang yang berdosa besar
yangdiungkapkan kaum khawarij dan kaum murji’ah. Mu’tajilah memilih jalan
tengah dengan berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukan lah kafir, tapi
bukan juga muslim, karena imannya telah cacat, jadi tempatnya pun bukan di
neraka bukan pula di syurga , tetapi diantara keduanya.
e.
Al-Amru bi al-Ma’ruf wa
al-Nahyu ‘an al-Munkar (Menyuruh Kebaikan dan Melarang Keburukan)
Konsep Amr ma’ruf Nahyi
munkar dari aliran ini pada dasarnya sama dengan aliran teologi Islam lainnya,
hanya saja dalam pelaksanaannya, mereka menganjurkan dengan jalan damai, tapi
tidak menutup kemungkinan dengan jalan kekerasan.
Mu’tazilah banyak dianut
oleh ulama-ulama modern dan cedikiawan muslim. Pada kejayaannya mu’tazilah
berjasa menjawab perdebatan yang dihembuskan dari nonmuslim.
7.
Asy’ariyah
Sesuai dengan namanya,
Asy’ariyah dibawa oleh seorang ulama bernama Abu Hasan Al-Asy’ari, seorang yang
dulunya adalah tokoh Mu’tajilah.
Adapun
pandangan-pandangan Asy’ariyah yang berbeda dengan Muktazilah, di antaranya
ialah:
· Bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kalau
Tuhan mempunyai sifat, seperti yang melihat, yang mendengar, dan sebagainya,
namun tidak dengan cara seperti yang ada pada makhluk. Artinya harus
ditakwilkan lain.
·
Al-Qur’an itu qadim, dan
bukan ciptaan Allah, yang dahulunya tidak ada.
Tuhan dapat dilihat kelak di akhirat, tidak berarti bahwa Allah itu adanya karena diciptakan.
Tuhan dapat dilihat kelak di akhirat, tidak berarti bahwa Allah itu adanya karena diciptakan.
·
Perbuatan-perbuatan
manusia bukan aktualisasi diri manusia, melainkan diciptakan oleh Tuhan.
· Keadilan Tuhan terletak pada keyakinan bahwa
Tuhan berkuasa mutlak dan berkehendak mutlak. Apa pun yang dilakukan Allah
adalah adil. Mereka menentang konsep janji dan ancaman (al-wa’d wa al-wa’id).
·
Mengenai
anthropomorfisme, yaitu memiliki atau melakukan sesuatu seperti yang dilakukan
makhluk, jangan dibayangkan bagaimananya, melainkan tidak seperti apa pun.
· Menolak konsep tentang posisi tengah (manzilah
bainal manzilataini), sebaba tidak mungkin pada diri seseorang tidak ada iman
dan sekaligus tidak ada kafir. Harus dibedakan antara iman, kafir, dan
perbuatan.
Dengan demikian ada tiga metode
dalam teologi, yaitu:
1. Metode historis; yang akan menentukan fakta; dan oleh karena fakta diketahui melalui dokumen-dokumen: metode akan menentukan keotentikan dan bentuk asli (kritik teks) dari dokumen-dokumen tersebut.
2. Metode hermeneutis; pertama-tama akan menentukan arti dari dokumen-dokumen itu (eksegesis teks), lantas mencari arti yang paling dalam baik dari kesaksian dokumen-dokumen maupun dari peristiwa-peristiwa sendiri.
3. Metode antropologis; yang diperlukan untuk mencapai pengertian tentang subyek manusiawi dan dunianya; dalam bidang ini semua bidang ilmu manusia, yang berpusatkan pada filsafat manusia yang utuh, menyumbangkan hasilnya pada teologi.
Ketiga metode itu tidak dapat dilepaspisahkan, melainkan mesti digunakan secara mutual, dalam arti saling mengisi. Walau demikian, setiap metode mesti dikerjakan sesuai dengan kaidah metode masing-masing.
Teologi menggunakan metode historis, hermeneutis dan antropologis dari ilmu-ilmu lain, dan dalam cara menggunakannya juga tidak berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain itu. Teologi menentukan suatu fakta historis, keotentikan atau bentuk asli atau arti dari suatu dokumen, struktur dari suatu kegiatan atau institusi manusiawi, tepat seperti ilmu-ilmu lain itu bekerja. Yang paling-paling dapat dikatakan khusus dalam teologi ialah bahwa penggunaan dan perjalanan langkah demi langkah dari metode-metode itu ditentukan oleh intensi iman, dan diarahkan ke kesatuan yang ditentukan oleh iman. Dengan perkataan lain, terhadap metode-metode, iman berlaku sebagai asas pembentuk, yang menyatukan dan menghidupkan.
Dengan demikian teologi merupakan usaha refleksif, metodis dan sistematis, yang akan mengasimilasikan dan mengekeplisitasikan wahyu ilahi secara manusiawi; usaha refleksif, metodis dan sistematis yang akan menerima wahyu ilahi dengan pengertian (fides in statu scientiae). Teologi memakai metode historis, hermeneutis dan antropologis, menurut hukum-hukum dari metode tersebut dalam ilmu-ilmu lainnya. Semua metode tersebut lantas dipersatukan dan diarahkan oleh intensi teologi, yaitu pemahaman iman.
1. Metode historis; yang akan menentukan fakta; dan oleh karena fakta diketahui melalui dokumen-dokumen: metode akan menentukan keotentikan dan bentuk asli (kritik teks) dari dokumen-dokumen tersebut.
2. Metode hermeneutis; pertama-tama akan menentukan arti dari dokumen-dokumen itu (eksegesis teks), lantas mencari arti yang paling dalam baik dari kesaksian dokumen-dokumen maupun dari peristiwa-peristiwa sendiri.
3. Metode antropologis; yang diperlukan untuk mencapai pengertian tentang subyek manusiawi dan dunianya; dalam bidang ini semua bidang ilmu manusia, yang berpusatkan pada filsafat manusia yang utuh, menyumbangkan hasilnya pada teologi.
Ketiga metode itu tidak dapat dilepaspisahkan, melainkan mesti digunakan secara mutual, dalam arti saling mengisi. Walau demikian, setiap metode mesti dikerjakan sesuai dengan kaidah metode masing-masing.
Teologi menggunakan metode historis, hermeneutis dan antropologis dari ilmu-ilmu lain, dan dalam cara menggunakannya juga tidak berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain itu. Teologi menentukan suatu fakta historis, keotentikan atau bentuk asli atau arti dari suatu dokumen, struktur dari suatu kegiatan atau institusi manusiawi, tepat seperti ilmu-ilmu lain itu bekerja. Yang paling-paling dapat dikatakan khusus dalam teologi ialah bahwa penggunaan dan perjalanan langkah demi langkah dari metode-metode itu ditentukan oleh intensi iman, dan diarahkan ke kesatuan yang ditentukan oleh iman. Dengan perkataan lain, terhadap metode-metode, iman berlaku sebagai asas pembentuk, yang menyatukan dan menghidupkan.
Dengan demikian teologi merupakan usaha refleksif, metodis dan sistematis, yang akan mengasimilasikan dan mengekeplisitasikan wahyu ilahi secara manusiawi; usaha refleksif, metodis dan sistematis yang akan menerima wahyu ilahi dengan pengertian (fides in statu scientiae). Teologi memakai metode historis, hermeneutis dan antropologis, menurut hukum-hukum dari metode tersebut dalam ilmu-ilmu lainnya. Semua metode tersebut lantas dipersatukan dan diarahkan oleh intensi teologi, yaitu pemahaman iman.
TEOLOGI INTEGRALISTIK DAN PRAKSIS PENDIDIKAN PESANTREN
MODERN
Oleh : Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A.
A. Teologi Integralistik.
Dalam Islam dikenal berbagai aliran teologi seperti Khawarij, Murjiah, Qadariah, Jabariah, Mu’tazilah, Asy’ariah, Maturidiah, Bazdawiyah, Syiah dan lain-lain. Diantara sekian banyak aliran teologi ada yang masih eksis dalam kehidupan anak manusia dan ada pula yang sudah hilang dan tinggal nama dalam sejarah.
Bila dikategorikan menurut penghargaannya terhadap potensi akal, maka aliran-aliran teologi diatas dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu teologi tradisional, teologi rasional, dan teologi integral. Yang disebutkan terakhir ini adalah corak teologi yang menggabungkan antara teologi tradisional dan teologi rasional. Teologi Khawarij, Murjiah, Jabariah, Asy’ariah, dan Bazdawiyah dapat dikategorikan sebagai teologi tradisional, karena berpegang kepada tradisi-tradisi lama dan kurang memberikan ruang gerak dan penghargaan terhadap potensi akal. Qadariah dan Mu’tazilah dapat dikategorikan sebagai sebagai aliran-aliran teologi Islam bercorak rasional karena sangat tinggi memberikan penghargaan terhadap potensi akal. Sedangkan Maturidah dan Syiah dapat dikategorikan sebagai teologi Islam bercorak integral karena menggabungkan sifatnya mengambil jalan tengah, yaitu mengintegrasikan teologi tradisional dan rasional.
Di pesantren-pesantren salafiah di Indonesia pada umumnya diajarkan teologi tradisional—terutama Asy’ariah yang lebih dikenal dengan nama Ahlussunnah tanpa mengenalkan aliran teologi Islam yang lain, sehingga terkesan menafikan aliran teologi lain bahkan memandangnya sebagai teologi yang cenderung tidak selamat. Namun demikian, dalam praksis dan perkembangan selanjutnya ada juga pesantren yang mengajarkan teologi integral.
Oleh : Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A.
A. Teologi Integralistik.
Dalam Islam dikenal berbagai aliran teologi seperti Khawarij, Murjiah, Qadariah, Jabariah, Mu’tazilah, Asy’ariah, Maturidiah, Bazdawiyah, Syiah dan lain-lain. Diantara sekian banyak aliran teologi ada yang masih eksis dalam kehidupan anak manusia dan ada pula yang sudah hilang dan tinggal nama dalam sejarah.
Bila dikategorikan menurut penghargaannya terhadap potensi akal, maka aliran-aliran teologi diatas dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu teologi tradisional, teologi rasional, dan teologi integral. Yang disebutkan terakhir ini adalah corak teologi yang menggabungkan antara teologi tradisional dan teologi rasional. Teologi Khawarij, Murjiah, Jabariah, Asy’ariah, dan Bazdawiyah dapat dikategorikan sebagai teologi tradisional, karena berpegang kepada tradisi-tradisi lama dan kurang memberikan ruang gerak dan penghargaan terhadap potensi akal. Qadariah dan Mu’tazilah dapat dikategorikan sebagai sebagai aliran-aliran teologi Islam bercorak rasional karena sangat tinggi memberikan penghargaan terhadap potensi akal. Sedangkan Maturidah dan Syiah dapat dikategorikan sebagai teologi Islam bercorak integral karena menggabungkan sifatnya mengambil jalan tengah, yaitu mengintegrasikan teologi tradisional dan rasional.
Di pesantren-pesantren salafiah di Indonesia pada umumnya diajarkan teologi tradisional—terutama Asy’ariah yang lebih dikenal dengan nama Ahlussunnah tanpa mengenalkan aliran teologi Islam yang lain, sehingga terkesan menafikan aliran teologi lain bahkan memandangnya sebagai teologi yang cenderung tidak selamat. Namun demikian, dalam praksis dan perkembangan selanjutnya ada juga pesantren yang mengajarkan teologi integral.
0 komentar:
Post a Comment