BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu cara untuk menentukan kadar asam – basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri. Metode volumetri secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam 4 kategori:
• Titrasi asam basa yang meliputi reaksi asam basa baik kuat maupun lemah.
• Titrasi redoks adalah titrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasi reduksi
• Titrasi pengendapan adalah titrasi yang meliputi pembentukan endapan, seperti Ag.
• Titrasi
kompleksometri; meliputi titrasi EDTA seperti titrasi spesifik dan juga
dapat digunakan untuk melihat perbedaan pH pada pengompleksan.
Pada
percobaan ini, akan dilakukan percobaan argentometri untuk menentukan
kadar NaCl. Cara argentometri yang cukup mudah dilakukan yaitu dengan
metode Mhor.
I.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui kadar NaCl dengan menggunakan metode argentometri.
BAB II
TEORI SINGKAT
Analisis
titrimetri adalah analisis kimia kuantitatip dengan cara melakukan
titrasi dan menentukan volume larutan penitrir yang konsentrasinya telah
diketahui dengan teliti yang bereaksi secara kuantitatip dengan zat
yang akan ditentukan.
Larutan
penitrir yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti di atas,
disebut larutan standar atau larutan lembaga. Konsentrasi larutan
standar dinyatakan dalam gram ekivalen/liter atau disebut normalitas.
Proses penambahan larutan standar ke dalam lautan yang akan ditentukan
dilakukan melalui buret, dilakukan sampai terjadi reaksi sempurna antara
larutan standar dengan zat yang ditentukan. Proses ini disebut titrasi. Untuk
mengetahui telah terjadi reaksi yang sempurna, sering dapat diamati
dari terjadinya perubahan pada larutan yang ditentukan; misalnya dengan
terjadinya perubahan warna, timbulnya endapan, atau terbentuknya senyawa
kompleks berwarna. Tetapi kadang terjadinya reaksi yang sempurna ini
tidak menimbulkan perubahan fisik yang dapat diamati. Untuk membantu
mengetahui terjadi reaksi yang sempurna tersebut perlu ditambahkan
senyawa lain yang bertugas memberitahu kepada kita bahwa reaksi sempurna
telah terjadi. Senyawa lain yang sengaja ditambahkan untuk menandai
terjadinya reaksi yang sempurna di dalam proses titrasi ini disebut
indikator.
Saat
ketika terjadi reaksi sempurna antara larutan standar dengan zat yang
ditentukan di dalam larutan cuplikan disebut Titik Ekivalen. Idealnya,
perubahan fisik pada larutan teramati tepat bersamaan dengan terjadinya
reaksi sempurna ini. Tetapi hal ini sering sulit dilakukan. Sebagai
contoh, keterbatasan kemampuan mata manusia seringkali tidak dapat
membedakan larutan yang transparan dengan berwarna pink yang sangat
muda, atau warna ungu KMnO4 yang sangat tipis, atau timbulnya endapan
yang sangat sedikit. Akibatnya kita cenderung menambahkan larutan
standar sedikit berlebih sehingga perubahan fisik yang terjadi pada
larutan dapat teramati. Saat ketika terjadinya perubahan fisik pada
larutan dapat teramati ini disebut Titik Akhir Titrasi.
Selisih
volume larutan standar yang ditambahkan pada saat terjadi Titik
Ekivalen dengan pada saat Titik Akhir Titrasi disebut kesalahan titrasi.
Kesalahan titrasi ini harus ditekan sekecil mungkin. Bagi proses
titrasi yang memerlukan indikator, maka pemilihan indikator harus tepat,
artinya indikator hanya akan memberikan/menyebabkan perubahan fisik
pada larutan pada saat volume larutan standar sedekat mungkin dengan
volume yang diperlukan untuk terjadi Titik Ekivalen.
Banyaknya
zat yang akan ditentukan dihitung dengan mengukur banyaknya larutan
standar yang diperlukan dalam titrasi dengan hukum ekivalensi kimia.
Dahulu titrimetri sering disebut volumetri karena analisis ini
melibatkan pengukuran volume larutan standar yang digunakan. Tetapi
sekarang lebih lazim disebut titrimetri. Pengertian volumetri dipakai
untuk analisis analit yang melibatkan pengukuran volume secara umum.
Contoh, penentuan kadar H2O2 dengan cara mereduksi senyawa tersebut
menjadi H2O dan O2 menggunakan katalis MnO2. Kadar H2O2 dalam sampel
dapat dihitung dengan mengukur volume gas O2 yang dihasilkan dan
menghitung jumlah mol gas tersebut. Dari persamaan reaksinya, maka mol
H2O2 yang terurai dapat dihitung. Perhatikan bahwa dalam percobaan ini
juga ada pengukuran volume, yakni pengukuran gas O2 yang diperoleh dari
hasil peruraian.(Sisler, 1980).
Agentomentri
atau Titrasi pengendapan adalah penetapan kadar zat yang didasarkan
atas reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran
larutan titer perak nitrat. Pada argentometri, ion perak memegang
peranan penting dalam pembentukan endapan cara ini dipakai untuk
penetapan kadar ion haliuda, anion yang dapat membentuk endapan garam
perak, atau untuk penetapan kadar perak tersebut.
Reaksi
yang menghasilkan endapan dapat digunakan untuk analisis secara titrasi
jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir
dapat dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan
mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi
pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna
. hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan harus cukup kecil
sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan
eksperimen.
Reaksi
samping tidak boleh terjadi demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan
pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai.
Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang
digunakan untuk melihat titik akhir (Underwood, 1999)
Tergantung
dari tujuan penetapan kadar, maka dikenal 3 macam metoda argentometri,
yaitu : metode Mohr, metode Volhard, dan metode Fajans.
1. Metode Mohr
Titrasi
Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 – 10. Dalam
larutan yang lebih basa perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam
konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi, karena HCrO4 hanya
terionisasi sedikit sekali. Lagi pula hidrogen kromat berada dalam
kesetimbangan dengan dikromat :
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4 Cr2O72- + H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut (Svehla, 1990).
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut (Svehla, 1990).
Metode
Mohr dapat juga diterapkan untuk titrasi ion bromida dengan perak, dan
juga ion sianida dalam larutan yang sedikit agak basa. Efek adsorpsi
menyebabkan titrasi ion iodida dan tiosianat tidak layak. Perak tak
dapat dititrasi langsung dengan ion klorida, dengan menggunakan
indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah ada sejak awal, pada
titik kesetaraan melarut kembali dengan lambat. Tetapi, orang dapat
menambahkan larutan klorida standar secara berlebih, dan kemudian
menitrasi balik, dengan menggunakan indikator kromat (Svehla, 1990).
2. Metode Volhard
Titrasi
Ag dengan NH4CNS dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah contoh
metode Volhard, yaitu pembentukan zat berwarna di dalam larutan. Selama
titrasi, Ag(CNS) terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4CNS
yang berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap
(FeCNS)++. Jumlah thiosianat yang menghasilkan warna harus sangat kecil.
Jadi kesalahan pada titik akhir harus sangat kecil, dengan cara
mengocok larutan dengan kuat pada titik akhir tercapai, agar Ag yang
teradsorpsi pada endapan dapat didesorpsi.
Pada
metode Volhard untuk menentukan ion klorida, suasana haruslah asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 yang ditambahkan
berlebih ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag
tersebut kemudian di titrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai
indikator, tetapi cara ini menghasilkan suatu kesalahan karena AgCNS
kurang larut dibandingkan AgCl. Sehingga :
AgCl + CNS- AgCNS + Cl-
Akibatnya lebih banyak NH4CNS diperlukan sehingga kandungan Cl- seakan-akan lebih rendah. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini dapat dihindari jika Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan bersama-sama HNO3, kemudian campuran tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang (Khopkar, 1990)
Akibatnya lebih banyak NH4CNS diperlukan sehingga kandungan Cl- seakan-akan lebih rendah. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini dapat dihindari jika Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan bersama-sama HNO3, kemudian campuran tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang (Khopkar, 1990)
3. Metode Fajans
Metode
ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan menggunakan indikator
adsobsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar
fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning
menjadi merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan
larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan
AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada
permukaan (Harjadi, 1993)
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
· Buret
· Gelas kimia
· Erlemeyer
· Labu ukur
· Botol timbang
· Corong
· Batang pengaduk
· Statif
· Pipet tetes
· Pipet volume 10mL
III.2 Bahan
· aquades
· NaCl halus
· AgNo3 0,1 N
· tissue
III.3 Prosedur Kerja
· Timbang 1 gram NaCl kemudian masukkan ke dalam labu ukur 100mL, larutkan dan encerkan hingga tanda baris.
· Pipet larutan tersebut 10 mL ke dalam erlemeyer dan teteskan 3 – 5 tetes K2CrO4 5%.
· Setelah itu, buret diisi dengan AgNO3 0,1 N hingga tidak ada gelembung udara dalam buret.
· Larutan dalam erlemeyer kemudian dititer dengan AgNO3 0,1 N hingga terbentuk endapan merah – coklat.
· Lakukan percobaan sebanyak 3 kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Gr NaCl = 1,0008 gram
Pengenceran = 100/10 = 10
mL AgNO3 yang digunakan =
1. 16,4 mL
2. 16,5 mL
3. 17,0 mL
Rata – rata : 16,6 mL
IV.2 Pembahasan (perhitungan)




Bst NaCl = 58,5
Titar AgNO3 sebenarnya :
N AgNO3 = 

N AgNO3 =
= 0,1030 N

Maka, kadar NaCl sebenarnya :
% NaCl = 

% NaCl =
x 100% = 99,94 %

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaa, dapat disimpulkan bahwa kadar NaCl halus yang digunakan dalam praktikum argentometri adalah 99,94%.
V.2 Saran
Sebelim
memulai praktikum, para praktikan harus sudah bisa menguasai prosedur
kerja yang akan dilakukan sehingga proses praktikum berjalan dengan
lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UI Press. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid I. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid II. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid I. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid II. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
Sisler, H. H., Dresdner, R. D., Mooney, W.T., Jr., 1980, Chemistry A SYSTEMATIC APPROACH, Oxford University Press : New York
Brady, J.E., 1999, General Chemistry, Principle and Structure, Jilid 2. Bina Rupa Aksara : Jakarta
Mudjiran, 2002, Diktat Kuliah Kimia Analitik, FMIPA UGM : Yogyakarta
Harrizul, Rifa’i, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-Press : Jakarta
Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press : Jakarta
Brady, J.E., 1999, General Chemistry, Principle and Structure, Jilid 2. Bina Rupa Aksara : Jakarta
Mudjiran, 2002, Diktat Kuliah Kimia Analitik, FMIPA UGM : Yogyakarta
Harrizul, Rifa’i, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI-Press : Jakarta
Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press : Jakarta
0 komentar:
Post a Comment