Kimia Inti
Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari mengenai gejala
radioaktivitas yang terjadi pada beberapa isotop, mempelajari radioaktivitas
dan peluruhan radioaktif, mempelajari tentang partikel-partikel yang terlibat
dalam peluruhan radioaktif, memahami konsep waktu paruh, mempelajari
dasar-dasar reaksi fusi dan fisi isotop, serta mempelajari beberapa efek
positif maupun negatif penggunaan zat radioaktif dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memahami kimia inti, kita perlu mengetahui struktur dasar atom
(lihat : Perkembangan Teori Atom dan
Konfigurasi Elektron).Inti merupakan padatan pada
pusat atom yang berisi proton danneutron.
Sementara itu, elektron berada di luar inti, yaitu pada
tingkat-tingkat energi tertentu (kulit atom). Proton bermuatan
positif, neutron tidak bermuatan, dan elektron bermuatan
negatif. Atom yang bersifat netral mengandung jumlah proton dan elektronsama,
tetapi jumlah neutron suatu atom pada unsur dapat bervariasi.
Atom dari unsur-unsur yang sama dan memiliki jumlahneutron yang
berbeda disebut sebagai isotop.
Radioaktivitas didefinisikan
sebagai peluruhan spontan dari inti yang tidak stabil. Inti yang
tidak stabil dapat terpecah menjadi dua partikel atau lebih lainnya dengan
membebaskan sejumlah energi. Pemecahan ini dapat terjadi melalui beberapa cara
, bergantung pada atom tertentu yang meluruh.
Kita dapat meramalkan suatu partikel radioaktif yang meluruh
dengan mengetahui partikel lainnya. Ramalan ini melibatkanpenyetaraan reaksi
inti (reaksi inti adalah reaksi yang melibatkan
perubahan pada struktur inti).
Penyetaraan reaksi inti merupakan suatu proses
yang sangat sederhana. Dalam reaksi inti, kita mengenal
istilah reaktan danproduk. Reaktan adalah
senyawa yang digunakan, sedangkanproduk merupakan senyawa baru yang
terbentuk.
Untuk semua reaksi inti yang harus disetarakan, jumlah
semua nomor atom pada sisi kiri tanda panah harus sama dengan jumlah semua
nomor atom pada sisi kanan tanda panah. Hal yang sama juga berlaku
untuk jumlah nomor massa.
Sebagai contoh, kita akan melakukan reaksi inti dengan
menembakkan isotop klorin tertentu (Cl-35) dengan menggunakan neutron. Kita
mengamati bahwa isotop Hidrogen (H-1) dihasilkan bersama-sama dengan isotop
lainnya dan kita ingin mengetahui isotop apakah itu. Persamaan reaksi inti yang
terjadi adalah sebagai berikut :
17Cl35 + 0n1 → X + 1H1
Sekarang, untuk mengetahui isotop yang tidak diketahui
(dinyatakan sebagai X), kita harus menyetarakan persamaan reaksi
tersebut. Jumlah nomor atom di sisi kiri adalah 17 + 0 = 17. Jadi, kita juga
harus mendapatkan jumlah nomor atom di sisi kanan sama, yaitu sama dengan 17.
Sekarang, kita mempunyai nomor atom 1 di sisi kanan, sehingga nomor atom dari
isotop yang tidak diketahui menjadi 17 – 1 = 16. Nomor atom ini diketahui
sebagai unsur belerang (S).
Berikutnya, perhatikanlah nomor massa pada persamaan tersebut.
Jumlah nomor massa di sisi kiri adalah 35 + 1 = 36. Kita menginginkan jumlah nomor
massa yang sama di sisi kanan, yaitu 36. Sekarang, kita telah memiliki nomor
massa 1 di sisi kanan. Dengan demikian, nomor massa dari isotop yang tidak
diketahui menjadi 36 – 1 = 35. Ternyata X adalah isotop belerang (S-35).
Berikut ini adalah persamaan reaksi inti yang telah disetarakan
:
17Cl35 + 0n1 → 16S35 + 1H1
Persamaan ini menyatakan transmutasi inti,
yaitu perubahan suatu unsur menjadi unsur lainnya dan proses ini dapat
dikendalikan oleh manusia. Reaksi perubahan inti unsur semacam ini lebih
dikenal dengan istilah transmutasi buatan. Dari contoh di atas,
S-35 adalah isotop belerang yang tidak terdapat secara alamiah. Isotop ini
adalah isotop buatan manusia. Alkemiawan, yaitu kimiawan
zaman dahulu, memimpikan perubahan suatu unsur menjadi unsur lainnya (umumnya
plumbul/timbal menjadi emas). Akan tetapi, mereka tidak dapat pernah
memulai prosesnya. Kini, para kimiawan, kadang-kadang dapat mengubah satu
unsur menjadi unsur lainnya.
Isotop tertentu bersifat tidak stabil, sehingga inti atom unsur mudah
terpecah dengan mengalami peluruhan inti. Kadang-kadang, produk dari peluruhan
inti bersifat tidak stabil, sehingga dapat mengalami pelruhan inti berikutnya.
Sebagai contoh, bila U-238 (salah satu isotop radioaktif Uranium) pada awalnya
mengalamu peluruhan, akan dihasilkan isotop Th-234. Isotop tersebut tidak
stabil dan akan mengalami peluruhan kembali membentuk isotop Pa-234. Isotop
tersebut pun tidak stabil. Akibatnya, akan terjadi peluruhan terus-menerus
sampai akhirnya secara keseluruhan terdapat 14 tahapan untuk menghasilkan
produk akhir berupa isotop Pb-206 yang bersifat stabil, sehingga peluruhan
selanjutnya tidak akan terjadi.
Sebelum kita membahas bagaimana isotop radioaktif dapat meluruh,
kita akan mempelajari mengapa isotop tertentu dapat meluruh. Inti memiliki
semua proton yang bermuatan positif yang ada bersama-sama pada
volum ruang yang sangat kecil. Semua proton ini akan
saling tolak-menolak sehingga gaya yang biasanya menahan
seluruh inti (perekat inti) kadang-kadang tidak dapat bekerja dengan
baik. Akibatnya, inti akan terpecah atau mengalami peluruhan inti.
Semua unsur dengan 84 proton atau lebih bersifat tidak stabil,
sehingga akhirnya mengalami peluruhan. Isotop lain yang intinya mengandung
jumlah proton yang lebih juga dapat bersifat radioaktif. Radioaktivitas berhubungan
dengan perbandingan neutron/proton di dalam inti atom. Jika
perbandingan neutron/proton (n/p) terlalu tinggi (n/p > 1 ; terlalu banyak
neutron ; terlalu sedikit proton), isotop dikatakan kaya neutron.
Oleh karena itu, isotop bersifat tidak stabil. Sama halnya bila
perbandingan neutron/proton (n/p) terlalu rendah (n/p < 1 ; terlalu sedikit
neutron; terlalu banyak proton), isotop dikatakan kaya proton.
Isotop semacam ini pun bersifat tidak stabil.Perbandingan neutron/proton
(n/p) untuk unsur tertentu harus berada pada kisaran tertentu, sehingga unsur
tersebut bersifat stabil. Itulah sebabnya isotop suatu unsur ada yang
bersifat stabil dan ada pula yang bersifat radioaktif.
Terdapat tiga cara utama yang menyebabkan terjadinya peluruhan
isotop radioaktif secara alami, antara lain :
1.
Pemancaran partikel alfa (α)
2.
Pemancaran partikel beta (β)
3.
Pemancaran radiasi gamma (γ)
Selain itu, terdapat pula dua cara peluruhan radioaktif yang
kurang umum, yaitu :
1.
Pemancaran positron (β+)
2.
Penangkapan elektron (e-)
Pemancaran Partikel Alfa
Partikel alfa (α) didefinisikan
sebagai partikel bermuatan positif pada inti helium. Partikel
alfa tersusun atas dua proton dan dua neutron, sehingga dapat
dinyatakan sebagai atom Helium-4 (He-4). Oleh karena partikel
alfa terpecah dari inti atom radioaktif, partikel
ini tidak memiliki elektron. Dengan demikian, partikel alfa
memiliki muatan +2. Partikel alfa (α) merupakan partikel
inti Helium yang bermuatan positif (kation dari unsur Helium, He2+).
Akan tetapi, elektron pada dasarnya bebas, mudah untuk lepas
dan muadh pula untuk didapat. Jadi, secara umum, partikel alfa (α)
dapat dituliskan tanpa muatan karena akan dengan cepat mendapatkan 2 elektron
dan menjadi atom Helium netral (bukan sebagai ion).
Unsur berat dan besar, seperti Uranium (U) dan Thorium (Th),
cenderung melakukan pemancaran (emisi) partikel alfa. Peluruhan inti ini
terjadi dengan cara membebaskan dua muatan positif (dua proton) dan
empat satuan massa (dua proton + dua neutron). Suatu proses yang sangat
hebat. Setiap kali partikel alfa dipancarkan (diemisikan), empat
satuan massa hilang.
Sebagai contoh, isotop Radon-222 (Rn-222), dapat mengalami
peluruhan dan memancarkan partikel alfa. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
86Rn222 → 84Po218 + 2He4
Dalam hal ini, isotop Radon-222 mengalami peluruhan
inti dengan membebaskan partikel alfa. Isotop baru yang
terbentuk pada proses peluruhan ini adalah isotop baru dengan nomor massa 218
(yang diperoleh dari 222 – 4) dan nomor atom 84 (yang diperoleh dari 86 –
2). Isotop tersebut adalah Polonium (Po).
Pemancaran Partikel Beta
Partikel beta (β) pada dasarnya
adalah elektron yang dipancarkan dari inti. Kita tentu akan
bertanya, bukankah elektron tidak terdapat di dalam inti atom?Bagaimana
elektron dapat dipancarkan dari inti atom yang tidak mengandung
elektron?Marilah kita mengikuti penjelasan berikut secara seksama.
Sebagai contoh, saya ingin membahas peluruhan yang terjadi pada
isotop Iodin. Isotop Iodin-131 (I-131) digunakan dalam bidang medis sebagai
isotop untuk mendeteksi dan mengobati kanker kelenjar gondok (tyroid). Isotop
tersebut mengalami peluruhan dan memancarkan partikel beta. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut :
53I131 → 54Xe131 + -1e0
Pada proses ini, isotop Iodin-131 (I-131) melepaskan partikel
beta (elektron). Isotop baru yang dihasilkan memiliki nomor atom 54 dan
nomor massa 131. Isotop tersebut adalah Xenon (Xe).
Perhatikanlah bahwa nomor massa tidak berubah dari I-131 menjadi
Xe-131. Akan tetapi, nomor atomnya naik satu (dari 53 menjadi 54). Peristiwa
yang terjadi di dalam inti atom iodin adalahperubahan neutron menjadi proton
dan elektron.
0n1 → 1p1 + -1e0
Perubahan sebuah neutron menjadi sebuah
proton akan diikuti dengan terbentuknya sebuah elektron. Elektron
yang terbentuk dipancarkan dari inti atom sebagai partikel beta (β).
Isotop dengan perbandingan n/p tinggi sering mengalami pemancaran
beta (β). Hal ini terjadi karena peluruhan ini menyebabkan jumlah
neutron berkurang satu dan jumlah proton bertambah satu,sehingga menurunkan
perbandingan n/p.
Pemancaran Radiasi Gamma
Partikel alfa (α) dan partikel beta (β) mempunyai
karakteristik materi. Keduanya memiliki massa tertentu dan menempati ruang.
Namun, karena tidak ada perubahan massa yang berhubungan dengan pemancaran
sinar gamma (γ), kita dapat menyatakan bahwa pemancaran sinar gamma
(γ) sebagai pemancaran radiasi gamma (γ). Radiasi
gamma (γ) sangat menyerupai sinar X, yaitu radiasi dengan
energi tinggi dan memiliki panjang gelombang pendek (short wavelength).
Radiasi sinar gamma umumnya disertai dengan pemancaran partikel alfa dan
partikel beta. Tetapi, biasanya tidak dinyatakan pada persamaan reaksi inti
yang disetarakan. Beberapa isotop, seperti Cobalt-60 (Co-60),
melepaskan sejumlah besar radiasi sinar gamma. Isotop ini sering digunakan
untuk pengobatan kanker dengan metode radiasi. Paramedis akan mengarahkan sinar
gamma ke tumor, sehingga sinar tersebut diharapkan dapat merusaknya.
Pemancaran Positron
Pemancaran positron tidak terjadi pada isotop
radioaktif yang meluruh secara alami, tetapi hal ini terjadi secara
alami pada isotop radioaktif buatan manusia. Positron pada
dasarnya merupakan elektron yang memiliki muatan positif. Positron dapat
terbentuk bila proton di dalam inti atom meluruh menjadi neutron.Positron
yang terbentuk ini kemudian dipancarkan dari inti atom.
Proses ini terjadi pada beberapa isotop, seperti isotop
Kalium-40 (K-40). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
19K40 → 18Ar40 + +1e0
Isotop K-40 memancarkan positron, dan membentuk
isotop baru dengan nomor massa 40 dan nomor atom 18. Isotop Argon-40 (Ar-40)
telah terbentuk.
Perhatikanlah bahwa nomor massa tidak berubah dari K-40 menjadi
Ar-40. Akan tetapi, nomor turun satu (dari 19 menjadi 18). Peristiwa yang
terjadi di dalam inti atom kalium adalah perubahan proton menjadi
neutron dan melepaskan positron.
1p1 → 0n1 + +1e0
Perubahan sebuah proton menjadi sebuah
neutron akan diikuti dengan terbentuknya sebuah positron. Positron
yang terbentuk dipancarkan dari inti atom sebagai partikel positron (β+).
Isotop dengan perbandingan n/p rendah sering mengalami pemancaran
positron (β+). Hal ini terjadi karena peluruhan ini
menyebabkan jumlah proton berkurang satu dan jumlah neutron bertambah
satu, sehingga menaikkan perbandingan n/p.
Penangkapan Elektron
Penangkapan elektron merupakan jenis peluruhan
inti yang jarang terjadi. Dalam peluruhan ini, elektron dari tingkat
energi yang lebih dalam (misalkan subkulit 1s) akan ditangkap oleh inti atom.
Elektron tersebut akan bergabung dengan proton pada inti atom membentuk
neutron. Akibatnya, nomor atom berkurang satu dan nomor massanya
tetap sama.
1p1 + -1e0 → 0n1
Sebagai contoh, reaksi yang terjadi saat penangkapan elektron
pada Polonium-204 (Po-204) sebagai berikut :
84Po204 + -1e0 → 83Bi204 +
sinar-X
Perubahan sebuah proton menjadi sebuah
neutron dapat terjadi saat penangkapan sebuah elektron.
Isotop dengan perbandingann/p rendah dapat mengalami penangkapan
elektron (e-). Hal ini terjadi karena reaksi ini
menyebabkan jumlah proton berkurang satu dan jumlah neutron bertambah
satu, sehingga menaikkan perbandingan n/p.
Penangkapan elektron pada subkulit 1s menyebabkan kekosongan
pada subkulit 1s. Elektron yang berasal dari subkulit lain dengan level energi
yang lebih tinggi akan “turun” untuk mengisi kekosongan ini disertai pembebasan
sejumlah energi dalam bentuk sinar X yang tidak tampak.
Waktu Paruh dan Peluruhan Radioaktif
Jika kita dapat melihat sebuah atom isotop radioaktif,
seperti U-238, kita tidak dapat meramalkan kapan atom tersebut akan meluruh.
Peluruhan ini dapat terjadi dalam waktu beberapa milidetik atau mungkin
membutuhkan waktu selama satu abad. Ternyata ada cara sederhana untuk
mengetahuinya.
Dibutuhkan waktu tertentu bagi separuh dari atom radioaktif untuk
meluruh dan tersisa setengah dari sebelumnya. Kemudian, dibutuhkan juga
sejumlah waktu yang sama untuk separuh dari atom radioaktif yang
sisa untuk meluruh dan sejumlah waktu yang sama untuk atom radioaktif sisa
untuk meluruh dan seterusnya.Banyaknya waktu yang digunakan untuk separuh
dari cuplikan meluruh disebut waktu paruh (t1/2).
Berikut ini adalah tabel hubungan waktu paruh (t1/2)
dengan jumlah zat radioaktif yang masih tersisa setelah peluruhan :
Waktu Paruh (t1/2)
|
Persentase Isotop Radioaktif yang Tersisa
|
0
|
100,00
|
1
|
50,00
|
2
|
25,00
|
3
|
12,50
|
4
|
6,25
|
5
|
3,125
|
6
|
1,5625
|
7
|
0,78 (hasil pembulatan)
|
8
|
0,39 (hasil pembulatan)
|
9
|
0,19 (hasil pembulatan)
|
10
|
0,09 (hasil pembulatan)
|
Perlu dipahami bahwa waktu paruh (t1/2) peluruhan
isotop radioaktif tidak linear. Peluruhan ini bersifat eksponensial. Jika
kita ingin menentukan waktu atau jumlah yang tidak berhubungan dengan kelipatan
sederhana pada waktu paruh, kita dapat menggunakan persamaan berikut :
ln (No/Nt) = (0,6963 t) / t1/2
Pada persamaan tersebut, ln adalah singkatan dari logaritma
natural (logaritma dengan bilangan pokok e). No adalah jumlah isotop radioaktif
mula-mula. Nt adalah jumlah radioisotop yang yang tertinggal pada waktu
tertentu (t) dan t1/2 adalah waktu paruh radioisotop. Jika kita
mengetahui waktu paruh (t1/2) dan jumlah isotop
radioaktif mula-mula (No), kita dapat menggunakan persamaan ini untuk
menghitung jumlah radioaktif sisa (Nt) setiap waktu.
Bentuk lain dari persamaan di atas adalah sebagai berikut :
Nt / No = (1/2)^ (t/t1/2)
Waktu paruh bisa menjadi sangat pendek atau sangat panjang.
Tabel berikut menunjukkan waktu paruh (t1/2) dari
beberapa jenis isotop radioaktif.
Radioisotop
|
Radiasi yang Dipancarkan
|
Waktu Paruh (t1/2)
|
Kr-94
|
β
|
1,4 detik
|
Rn-222
|
α
|
3,8 hari
|
I-131
|
β
|
8 hari
|
Co-60
|
γ
|
5,2 tahun
|
H-3
|
β
|
12,3 tahun
|
C-14
|
β
|
5730 tahun
|
U-235
|
α
|
4,5 miliar tahun
|
Re-187
|
β
|
70 miliar tahun
|
Cuplikan waktu paruh penting untuk diketahui, sebab dapat
digunakan untuk menentukan kapan suatu bahan radioaktif aman untuk ditangani. Aturannya
adalah suatu cuplikan dinyatakan aman bila radioaktivitasnya telah
turun sampai di bawah batas pengamatan (ini terjadi setelah 10 kali waktu
paruh). Jadi, jika radioaktif Iodin-131 (I-131) dengan waktu paruh (t1/2)
= 8 hari dimasukkan ke dalam tubuh guna mengobati kanker thyroid, bahan ini
akan hilang dalam 10 kali waktu paruh atau 80 hari. Hal ini penting untuk
diketahui, sebab radioaktif yang digunakan sebagaipelacak
medis yang dimasukkan ke dalam tubuh, digunakan oleh seorang dokter
untuk melacak suatu saluran, menemukan suatu penghalang atau untuk pengobatan
(terapi) kanker. Isotop radioaktif ini harus aktif dalam waktu yang cukup lama
untuk pengobatan, tetapi juga harus cukup pendek, sehingga tidak merusak
sel-sel atau organ-organ yang sehat.
Aplikasi waktu paruh yang sangat berguna adalah pada pelacakan
radioaktif. Ini berhubungan dengan penentuan usia benda-benda kuno.
Karbon 14 (C-14) adalah isotop karbon radioaktif yang dihasilkan
di atomosfer bagian atas oleh radiasi kosmis. Senyawa utama di atmosfer yang
mengandung karbon adalah karbon dioksida (CO2). Sangat sedikit
sekali jumlah karbon dioksida tang mengandung isotop C-14. Tumbuhan menyerap
C-14 selama fotosintesis. Dengan demikian, C-14 terdapat dalam struktur sel
tumbuhan. Tumbuhan kemudian dimakan oleh hewan, sehingga C-14 menjadi bagian
dari struktur sel pada semua organisme.
Selama suatu organisme hidup, jumlah isotop C-14 dalam struktur
selnya akan tetap konstan. Tetapi, bila organisme tersebut mati, jumlah C-14
mulai menurun. Para ilmuwan kimia telah mengetahui waktu paruh dari C-14, yaitu
5730 tahun. Dengan demikian, mereka dapat menentukan berapa lama organisme
tersebut mati.
Pelacakan radioaktif dengan menggunakan
isotop C-14 telah digunakan untuk menentukan usia kerangka yang ditemukan di
situs-situs arkeologi. Belakangan ini, isotop C-14 digunakan untuk mengetahui
usia Shroud of Turin (kain kafan dari Turin), yaitu sepotong kain
linen pembungkus mayat manusia dengan gambaran seorang manusia tercetak
diatasnya. Banyak yang berpikir bahwa itu adalah bahan pembungkus Nabi Isa.
Tetapi, pada tahun 1988,pelacakan radiokarbon menemukan bahwa bahan
tersebut berasal dari tahun 1200-1300 SM. Meskipun kita tidak mengetahui
bagaimana bentuk orang itu tercetak pada kain kafan tersebut,pelacakan
radioaktif C-14 membuktikan bahwa bahan tersebut bukan kain kafan Nabi
Isa.
Pelacakan dengan isotop C-14 hanya dapat digunakan untuk
menentukan usia sesuatu yang pernah hidup (organisme). Isotop ini tidak dapat
digunakan untuk menentukan umur batuan bulan atau meteorit. Untuk benda-benda
mati, para ilmuwan kimia menggunakan isotop lainnya, seperti Kalium 40 (K-40).
Pada tahun 1930-an, para ilmuwan menemukan bahwa beberapa reaksi
inti dapat dimulai dan dikendalikan oleh manusia. Para ilmuwan biasanya menembakkan
suatu isotop besar dengan isotop kedua yang lebih kecil (umumnya neutron).
Tumbukan kedua isotop ini dapat menyebabkan isotop besar tersebut pecah menjadi
dua unsur atau lebih. Dalam hal ini, isotop besar mengalamipemecahan inti
(nuclear fission/fisi inti).
Sebagai contoh, pemecahan isotop U-235 menjadi dua isotop baru
dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi transmutasi berikut :
92U235 + 0n1 → 56Ba142 + 36Kr91 +
3 1n0
Reaksi jenis ini juga membebaskan energi dalam jumlah besar.
Berasal dari manakah energi tersebut? Apabila pengukuran dilakukan dengan
tingkat ketelitian yang sangat tinggi pada semua massa atom dan partikel
subatom mula-mula, kemudian semua massa atom dan partikel subatom akhir, lalu
membandingkan keduanya. Kita akan memperoleh hasil bahwa terdapat sejumlah
massa yang “hilang”. Materi “hilang” selama reaksi inti. Hilangnya materi ini
disebut sebagai pengurangan massa atau defek massa.
Materi yang “hilang” ini berubah menjadi energi.
Kita dapat menghitung besarnya energi yang dihasilkan dari reaksi
fisi selama reaksi inti dengan persamaan yang sangat sederhana, yang
telah dikembangkan oleh Albert Einstein (lihat : Kisah Para
Ilmuwan ; Albert Einstein), yaitu E = mc2. Pada persamaan ini, E
adalah energi yang dihasilkan; m adalah massa yang “hilang” (defek massa); dan
c adalah kecepatan cahaya (3,00 x 108 m/s). Kecepatan cahaya
dikuadratkan membuat bagian dari persamaan ini mempunyai bilangan yang sangat
besar, sehingga bila dikalikan dengan jumlah massa yang kecil hasilnya tetap merupakan
sejumlah energi yang besar.
Reaksi Berantai (Chain Reaction)
Pada persamaan fisi isotop U-235 (lihat reaksi
di atas) digunakan sebuah neutron. Akan tetapi, reaksi kembali membentuk tiga
neutron. Ketiga neutron tersebut, apabila semuanya bertemu dengan isotop U-235
lainnya, dapat memulai pemecahan (fisi) lainnya, yang akan menghasilkan lebih
banyak neutron. Ini merupakan efek domino yang telah lama diketahui manusia.
Dalam istilah kimia inti, serangkaian pemecahan inti ini disebut
reaksi beranai (chain reaction).
Chain reaction ini bergantung pada
banyaknya neutron yang dilepaskan, bukan pada banyaknya neutron yang digunakan
selama reaksi inti. Saat kita menuliskan persamaan reaksi fisi isotop U-238(isotop
Uranium yang lebih melimpah di alam), kita hanya menggunakan satu neutron dan
mendapatkan satu neutron pula. Reaksi berantai tidak dapat terjadi pada isotop
U-238. Hanya isotop yang dapat menghasilkan neutron berlebihan pada
pemecahannya yang dapat mengalami chain reaction. Jenis isotop ini
dikatakandapat pecah. Hanya ada dua isotop utama yang
dapat dipecah selama reaksi inti, yaitu U-235 dan Pu-239.
Rahasia untuk mengendalikan reaksi berantai adalah
dengan mengendalikan jumlah neutron. Apabila neutron dapat dikendalikan, energi
yang dilepaskan dapat dikendalikan. Itulah yang dilakukan oleh para ilmuwan
pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Dalam beberapa hal, pembangkit listrik tenaga nuklir sama dengan
pembangkit listrik konvensional yang menggunakan bahan bakar fosil . Pada jenis
pembangkit listrik ini, bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi, gas alam)
dibakar, dan panasnya digunakan untuk mendidihkan air yang digunakan untuk
membuat uap air. Uap airnya kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin yang
disambungkan ke generator yang menghasilakn listrik.
Perbedaan nyata antara pembangkit listrik konvensional dan
nuklir adalah pembangkit listrik tenaga nuklir menghasilkan panasnya
melalui reaksi berantai pemecahan inti isotop.
Di Amerika, terdapat kira-kira 100 reaktor nuklir yang menghasilakn
sekitar 20 persen kebutuhan listrik negara. Di Perancis, hampir 80 persen
listrik negara dihasilkan melalui chain reaction. Keuntungan
penggunaan tenaga nuklir adalah tidak perlu membakar bahan bakar fosil
(menghemat sumber bahan bakar fosil untuk menghasilkan plastik dan obat-obatan)
dan tidak ada produk hasil pembakaran seperti CO2, SO2,
dan lainnya yang dapat mencemari air dan udara. Akan tetapi, masih terdapat
sejumlah masalah yang berhubungan dengan penggunaan tenaga nuklir.
Masalah pertama adalah biaya. Masalah berikutnya adalah
ketersediaan isotop U-235 sangat terbatas. Dari semua Uranium yang terdapat di
alam, hanya sekitar 0,75 persennya merupakan U-235. Sebagian besar merupakan
isotop U-238 yang tidak dapat dipecah. Keterbatasan jumlah bahan bakar nuklir
serupa dengan keterbatasan sumber daya bahan bakar fosil yang tersedia di alam.
Akan tetapi, yang menjadi masalah utama (krusial) penggunaan tenaga nuklir
adalah tingkat keamanan penggunaan nuklir dan pengelolaan limbah nuklir.
Reaktor nuklir harus benar-benar aman dan tidak menghasilkan radiasi yang
membahayakan kesehatan para petugas maupun penduduk di area reaktor nuklir
berdiri. Sebagai tambahan, limbah yang dihasilkan harus diolah sedemikian rupa
agar tetap aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia.
Penggabungan Inti (Nuclear Fussion)
Segera setelah proses pemecahan (fisi) ditemukan, proses lainnya
yang disebut fusi (penggabungan) ditemukan. Reaksi fusi pada
dasarnya merupakan kebalikan dari reaksi fisi. Pada reaksi fisi,
inti yang lebih berat dipecah menjadi inti yang lebih kecil. Sebaliknya, pada
reaksi fusi, inti yang lebih ringan digabung menjadi inti yang
lebih berat.
Proses penggabungan (fusi) adalah reaksi yang memberikan
tenaga pada matahari. Di matahari, pada serangkaian reaksi inti, empat
isotop H-1 digabung menjadi He-4 dengan membebaskan sejumlah besar energi.
Di bumi, dua isotop hidrogen lainnya yang digunakan dalam reaksi fusi adalah Deuterium
(H-2) dan Tritium (H-3). Deuterium adalah isotop hidrogen
yang ada dalam jumlah kecil, tetapi masih tetap melimpah. Sedangkan Tritium
tidak terjadi secara alami, tetapi dapat dengan mudah diproduksi dengan caramenembakkan
Deuterium dengan neutron. Reaksi penggabungan antara Deuterium dan Tritium
adalah sebagai berikut :
1H2 + 1H3 → 2He4 + 0n1
Aplikasi penggabungan inti yang pertama kali adalah pada
penggunaan bom Hidrogen yang dilakukan oleh militer. Bom Hidrogen mempunyai
tenaga 1000 kali lebih kuat dari bom atom biasa.
Tujuan penggunaan reaksi fusi adalah
menghasilkan energi dalam jumlah melimpah. Permasalahan yang dihadapi sekarang
adalah sulitnya mengendalikan reaksi fusi. Jika energi dari
reaksi ini dapat dikendalikan dan dilepaskan secara perlahan-lahan, maka dapat
digunakan untuk menghasilkan listrik. Cara ini akan memberikan persediaan
energi yang tidak terbatas sekaligus tidak menghasilkan polutan yang
membahayakan atmosfer.
Efek Radiasi
Radiasi dapat menyebabkan dua efek utama pada tubuh, yaitu
merusak sel dengan panas dan mengionisasi sekaligus memecahkan sel. Radiasi
menghasilkan panas. Panas ini dapat merusak jaringan, sama seperti yang terjadi
pada kulit yang terbakar matahari. Faktanya, istilah luka bakar radiasi umumnya
digunakan untuk menjelaskan kerusakan kulit dan jaringan karena adanya panas.
Cara utama radiasi merusak tubuh organisme adalah melalui
pemecahan sel dan ionisasi. Partikel radioaktif dan radiasi mempunyai energi
kinetik yang besar. Saat partikel ini menyerang sel di dalam tubuh,
partikel dapat memecah (merusak) sel ata mengionisasi sel, sehingga sel menjadi
ion-ion (bermuatan listrik) dengan menghilangkan satu elektron. Ionisasi
ini akan melemahkan ikatan dan dapat menyebabkan kerusakan, pemusnahan, atau
mutasi DNA pada sel.
Referensi:
Andy. 2009. Pre-College Chemistry.
Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw
Hill.
0 komentar:
Post a Comment