Tujuan
percobaan praktikum ini adalah menentukan kandungan nikel dalam sampel
dengan cara pengendapan dan penimbangan kompleks nikel-dimetilglioksin
dan membandingkannya dengan hasil titrasi nikel dengan
etilendiamintetraasetat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Gravimetri
merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau
komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam
keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri
adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa
tertentu. Bagian terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri
meliputi transformasi unsur atau radikal senyawa murni stabil yang dapat
segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Metode
gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada
konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor koreksi dapat
digunakan. Zat ini mempunyai ion yang sejenis dengan endapan
primernya. Postpresipitasi dan kopresipitasi merupakan dua penomena yang
berbeda. Sebagai contoh pada postpresipitasi, semakin lama waktunya
maka kontaminasi bertambah, sedangkan pada kopresipitasi sebaliknya.
Kontaminasi bertambah akibat pengadukan larutan hanya pada
postpresipitasi tetapi tidak pada kopresipitasi (Khopkar, 1990).
Titrasi
kompleksometri merupakan titrasi yang berdasarkan atas pembentukan
persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion),
misalnya


Disamping
titrasi kompleks biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri
yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut
penggunaan EDTA. Rumus struktur dari EDTA adalah sebagai berikut:




HOOC - CH2 CH2COOH
Terlihat
dari strukturnya bahwa molekul tersebut mengandung baik donor elektron
dari atom oksigen maupun donor dari atom nitrogen sehingga dapat
menghasilkan khelat bercincin sampai dengan enam secara serempak
(Shevla, 1990).
Sebagian
besar logam dalam larutan dapat ditentukan secara titrasi dengan
larutan baku pereaksi pengompleks seperti misalnya etilen diamin tetra
asetat atau EDTA. Reaksi dengan nikel secara stoikiometri adalah 1:1 dan
berlangsung secara kuantitatif pada pH 7. Pereaksi EDTA umum dipakai
dalam bentuk garamnya yang mudah larut dalam air. Indikator yang
digunakan adalah EBT atau murexide mampu menghasilkan kompleks berwarna
dengan ion logam tetapi berubah warna apabila logam-logam
terkomplekskan sempurna oleh EDTA pada titik akhir titrasi, karena
indikator-indikator ini juga peka terhadap perubahan pH, larutan yang
akan dititrasi harus dibuffer (Harjadi, 1993).
Analisis gravimetri dapat berlangsung baik, jika persyaratan berikut dapat terpenuhi :
1. komponen
yang ditentukan harus dapat mengendap secara sempurna (sisa analit yang
tertinggal dalam larutan harus cukup kecil, sehingga dapat diabaikan),
endapan yang dihasilkan stabil dan sukar larut.
2. endapan yang terbentuk harus dapat dipisahkan dengan mudah dari larutan (dengan penyaringan).
3. endapan
yang ditimbang harus mempunyai susunan stoikiometrik tertentu (dapat
diubah menjadi sistem senyawa tertentu) dan harus bersifat murni atau
dapat dimurnikan lebih lanjut (Shevla, 1990).
Analisis
kadar klor secara gravimetri didasarkan pada reaksi pengendapan,
diikuti isolasi dan penimbangan endapan. Klor akan diendapkan oleh
larutan perak nitrat (AgNO3) berlebih dalam suasana asam nitrat sebagai perak klorida. Reaksi yang terjadi adalah:


Endapan yang terjadi diisolasi dan dikeringkan pada suhu 130–1500C dan ditimbang sebagai AgCl. Kesalahan dalam gravimetri dibagi menjadi dua, yaitu:
1. endapan yang tidak sempurna dari ion yang diinginkan dalam cuplikan.
2. gagal memperoleh endapan murni dengan komposisi tertentu untuk penimbangan.
3. faktor–faktor penyebabnya
adalah: kopresipitasi dari ion-ion pengotor, postpresipitasi zat yang
agak larut, kurang sempurna pencucian, kurang sempurna pemijaran,
pemijaran berlebih sehingga sebagian endapan mengurai, reduksi dari
karbon pada kertas saring, tidak sempurna pembakaran, penyerapan air
atau karbondioksida oleh endapan (Day, 1999).
Pembahasan
Dalam
percobaan kali ini adalah mengetahui kandungan nikel dalam sampel, yang
diperlukan bahan seperti larutan baku EDTA 0,01 M yang digunakan untuk
menitrasi larutan sampel, larutan baku MgSO4, garam nikel,
akuades, larutan HCl, larutan dimetilglioksim 1%, ammonium hidroksida,
larutan ammoium klorida dan indikator murexide. Percobaan ini
dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri yaitu proses isolasi dan
pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu, dan metode
kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion).
Analisis gravimetri, atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot adalah
proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan
tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk semurni mungkin. Unsur atau
senyawa itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki, yang
telah ditimbang. Sebagian besar penetapan pada analisis gravimetri
menyangkut pengubahan unsur atau radikal yang akan ditetapkan menjadi
senyawaan yang murni dan stabil,yang dapat diubah dengan mudah menjadi
satu bentuk yang sesuai untuk ditimbang. Lalu bobot atau radikal itu
dengan mudah dapat dihitung dari pengetahuan kita tentang rumus
senyawaannya serta bobot atom unsur-unsur penyusunnya (konstituennya).
Larutan nikel dibuat dengan melarutkan garam nikel dalam air yang
ditambahkan larutan HCl, karena HCl dapat melarutkan nikel dengan
membentuk gas hidrogen.

1. Penentuan kadar Nikel di dalam sampel secara Gravimetri
Pada prosedur percobaan larutan cuplikan dibuat dengan melarutkan sejumlah cuplikan ke dalam air dan mengencerkannya hingga 100 ml, yang bertujuan untuk melarutkan garam yang mudah bercampur dengan air, penambahan juga akan menyebabkan keenceran sampel bertambah, sehingga dengan menggunakan larutan dan pereaksi encer maka kemungkinan larutan tersebut akan menghasilkan endapan yang besar, jika larutan tadi lewat jenuh maka kelarutan akan semakin kecil, tapi dalam percobaan ini tidak dilakukan oleh praktikan. Dari larutan tersebut diambil 10 ml. Pada percobaan ini larutan sampel tersebut dipanaskan sampai suhu 70°C, namun terlebih dahulu ditambahkan 5 ml HCl dan sedikit air. Reaksi yang terjadi adalah:

Agar
terjadi pengendapan, maka pada larutan tersebut ditambahkan pengendap
organik yaitu Dimetilglioksim (DMG) 1% sebanyak 10 ml. Penambahan DMG
akan membentuk kompleks dengan nikel dan menimbulkan warna merah pada
endapan yang terbentuk jika ditambahkan NH4OH sedikit berlebih. Reaksi yang terjadi adalah:
H
O O
H3C N N CH3
CH3 C N OH C C
Ni2 + 2 Ni + H+
CH3 C N OH C C
DMG H3C N N CH3
O O
H
Ni-DMG
|

endapan yang terbentuk kemudian dicuci menggunakan air hingga dapat dinyatakan bahwa
semua nikel telah mengendap. Untuk memastikan maka ditambahkan DMG pada
filtrat hingga tidak terbentuk warna merah lagi (tidak ada
pengompleksan antara Ni dengan DMG). Dari hasil perhitungan
ternyata kadar nikel dalam sampel adalah 2046,8 ppm. Larutan dipanaskan
kembali selama 20–30 menit, sehingga reaksi berlangsung cepat dan
kemurnian endapan lebih baik. Hal ini untuk menghindari zat pengotornya
ikut bereaksi sehingga zat pengotor telah larut dalam suhu tinggi
sehingga konsentrasi jenuh makin tinggi. Selama
proses pemanasan larutan tersebut membentuk endapan merah yang banyak
dan tersebar. Tahap selanjutnya adalah menyaring larutan tersebut dalam
keadaan dingin, dan memastikan endapan tersebut telah tersaring secara
sempurna. Endapan dicuci dengan air dingin, lalu ditimbang sebagai nikel dimetilglioksin setelah dikeringkan pada suhu 110-120oC
dengan partikel-partikel besar, atau dalam pekerjaan yang memerlukan
ketepatan, yang sangat tinggi harus dipakai temperatur 150oC, dengan ini setiap reagensia yang mungkin terbawa turun oleh endapan akan menguap. Kemudian
timbang endapan yang diperoleh, maka dihasilkan berat endapan 0,03 mg.
Dari data yang diperoleh dilakukan perhitungan kadar nikel secara
gravimetri yaitu 610 ppm.
2. Penentuan kadar nikel di dalam sampel secara kompleksometri
Metode kompleksometri ini didasarkan pada kemampuan ion–ion logam membentuk senyawa kompleks yang mantap. Bila
ion nikel yang terdapat dalam sampel ditambahkan suatu indikator EBT,
maka akan terbentuk kompleks Ni-EBT yang berwarna merah anggur. Kompleks
ini kurang stabil bila dibandingkan dengan kompleks Ni-EDTA sehingga
dengan demikian jika ke dalam larutan yang mengandung Ni-EBT ditambahkan
larutan EDTA, maka ion nikel akan segera terikat pada EDTA, sehingga
ion indikator akan lepas dan kembali berwarna biru pada pH 7-11.
Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:

Pertama–tama
yang dilakukan adalah mengambil 10 ml larutan cuplikan dan dimasukkan
ke dalam gelas piala 400 ml dan mengencerkan sampai 100 ml. Kemudian 10
ml larutan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
Tambahkan 5 ml larutan ammonium klorida 1 M dan 10 ml akuades. Kemudian
ditambahkan indikator murexide dan beberapa tetes larutan ammonium
hidroksida sampai larutan berwarna kuning. Indikator tersebut mampu
menghasilkan kompleks berwarna dengan ion logam pada khususnya logam Ni
sehingga mempermudah kita dalam mengamatinya. Larutan tersebut dititrasi
dengan larutan EDTA 0,01 M yang telah distandarisasi dengan larutan
magnesium (II) menggunakan indikator EBT. Sebelum mencapai titik akhir
titrasi menambahkan kembali larutan ammonium hidroksida dan melanjutkan
kembali titrasi sampai warna indikator berubah menjadi warna merah
violet. Dari data yang diperoleh dapat diketahui kadar nikel dalam
sampel yaitu 23,48 ppm. Jika dibandingkan kedua hasil yang telah didapatkan, penentuan secara gravimetri mempunyai hasil yang lebih besar bila
dibandingkan dengan penentuan secara kompleksometri. Dari hasil
tersebut kita tentunya tidak dapat dengan mudah menentukan hasil yang
lebih akurat, karena tidak mengetahui kadar yang sebenarnya dari sampel
tersebut. Tetapi beberapa kekurangan dari pengendap organik yang
disebutkan di bawah ini, mungkin menjadi suatu pertimbangan, mana yang
sebenarnya penentuan yang lebih tepat.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:
1. Kadar nikel dalam sampel dengan penentuan secara gravimetri sebesar 610 ppm.
2. Kadar nikel dalam sampel dengan penentuan secara kompleksometri sebesar 23,48 ppm.
3. Penentuan
secara kompleksometri lebih baik dibandingkan penentuan secara
gravimetri, kerana selain prosedurnya lebih mudah juga memiliki peluang
yang lebih kecil dalam menimbulkan kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A. Ir dan A. L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta.
Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta
0 komentar:
Post a Comment